Tuesday, April 24, 2007

GUNUNG JAYAWIJAYA

Nama Kawah : -
Type : -
Letak : Papua
Tinggi : 4884 mdpl
Posisi Geografi : -
Biaya Ekspedisi
Paket Wisata dapat diperoleh di beberapa Travel Tourist
-
Waktu pendakian : 20 jam dari TImika / 8 hari dari iIaga
Jalur Alternatif Pendakian

Pandangan Umum

Ekspedisi Dinding Utara Carstensz Pyramid Mapala UI 1993
Ekspedisi beranggotakan 10 orang dengan ketuanya Fayes Indra Permadi, mencapai puncak Carstensz Pyramid melalui dinding utara.
pada tanggal 24 Februari 1993. Oleh Igp. Agus P (M-403-UI) dan Dicky Lopulalan.
Carstensz Pyramid (4.844 m) merupakan satu dari tujuh puncak terkenal dunia. Adanya di Pegunungan Sudirman, di Irian Jaya, bersama dengan Puncak Sumantri, Jaya dan Carstensz Timur. Ekspedisi ini beranggotakan 10 orang dengan ketuanya Fayes Indra Permadi, telah berhasil mencapai puncak Carstensz Pyramid melalui dinding utara pada tanggal 24 Februari 1993.
Rombongan ekspedisi mengawali perjalanan pendakian lewat kota kecil Ilaga, di Kabupaten Paniai. Dulu, waktu masih boleh lewat tembagapura (Freeport), untuk sampai di kemah induk, di Lembah Danau-Danau cuma perlu waktu 7 jam. Tapi begitu lewat Ilaga, paling tidak 7 hari baru sampai kemah induk dengan ketinggian 4.200 mdpl. Perjalanan dari ilaga ke lembah Danau-Danau perlu perjuangan berat dan sangat melelahkan. Jalannya tidak terlalu menanjak tapi medan yang berlumpur dan berawa mengharuskan satu usaha yang ekstra menguras tenaga. Dengan dibantu 21 orang Portir dari penduduk setempat, beban kami agak sedikit berkurang.
Hari pertama dilalui dengan cukup mudah, jalan tidak terlalu berat dan kondisi tubuh masih segar. Di sepanjang perjalanan kami masih berjumpa dengan penduduk. Malam pertama kami menginap disuatu tempat bernama 'Kama'. Hari kedua dan ketiga medan tidak terlalu berbeda dengan hari pertama, di hari kedua ini kami menginap di dataran tinggi yang bernama Bla-Bla yang penuh dengan tumbuhan pakis gunung. Malam ketiga kami menginap di tepi sungai Aminggameh. Hari berikutnya kami menginap di Mapala Puram (tempat di temukannya mayat anggota tim ekspedisi Aranyacala, univ Trisakti tahun 1987), setelah melintasi kurang lebih tujung sungai.
Perjalanan di hari-hari berikutnya semakin membuat kami terseok-seok dan sangat menguras tenaga. Medannya sudah berganti dengan rawa, dengan padang rumput yang tidak berujung, hujan sering turun dan angin dingin bertiup kencang. Kami sempat pula menginap di Komalama Nikimeh, yang berbatu-batu tajam.
Hari ke enam cukup menggembirakan. Di kejahuan mulai nampak hamparan salju menyelimuti Pegunungan Sudirman, ditimpa sinar matahari pagi dengan sinar keemasan. Kami semakin bersemangat untuk segera tiba di Lembah Danau-Danau. Tapi, hari itu juga cukup melelahkan. Kami mulai mendaki bukit bukit yang cukup menanjak dan kadang kala becek. Klimaksnya terjadi kala kami mencapai danau Gibi, tanjakannya sangat curam dan super becek. Sekitar satu jam kami baru bisa keluar dari daerah itu, dan tiba di Danau Larson, dekat kaki puncak Sumantri dan Puncak Jaya. Dari sini tinggal 5 jam lagi untuk mencapai Lembah Danau - Danau.
Pada hari ketujuh sejak dari Ilaga, kami tiba di Lembah Danau-Danau, letaknya diapit Pegunungan Sumantri dan Jaya, Kami sampai di sana sekitar 12.00 setelah melewati dataran tertinggi di New Zealand Pass. Di Lembah Danau-Danau terdapat banyak danau gletser. Rombongan ekspedisi dibagi menjadi dua tim, tim panjat dan tim salju.
Setelah dua hari menginap di Kemah Induk, hari ke-9 (14 Feb 1993), tim panjat mulai melangkahkan kaki menuju sisi utara puncak jaya. Dari Danau-Danau butuh butuh waktu 6 jam untuk sampai di kaki Gunung Jaya. Setelah beristirahat semalam di Danau Larson, pagi pagi kami mulai bergerak lagi menuju kaki tebing, jalannya berbatu dan melewati aliran air. Sesekali kami menghindari lintasan yang licin dan basah. Pengaman sisip (chock), pasak batu (piton) pun dipasang. Kabut mulai menyelimuti tempat itu, tim panjat terpaksa turun kembali ke tenda.
Pemanjatan dimulai lagi keesokan harinya, pada permukaan tebing dengan batuan yang mudah lepas kami merintis jalur menuju kaki tebing. Didekat tebing kami membuat bivak dari ponco. Pemanjatan dilakukan lagi, tapi baru �65m, tim panjat memutuskan untuk turun lagi, cuaca tidak menentu, angin dingin bertiup kencang, serta berkabut, badai salju pun mengamuk. Pukul 16.00 kami sampai di tenda yang tampak miring tertiup badai. Kantung tidur kami basah. Kami terpaksa tidur kedinginan dan lembab.
Sementara tim panjat masih berkutat di dinding utara Carstensz Pyramid, tim salju siap mendaki puncak secara maraton. Puncak Jaya, Puncak Sumantri Brojonegoro, Puncak Jaya, Puncak Carstensz Pyramid, Puncak Carstensz Timur.
Tanggal 16 Februari 1993 tim salju berangkat mendaki celah dekat New Zealand Pass, lewat sisi timur. Medan yang relatif terjal (70�), memaksakami berjalan dibantu tangan (scrambling) sebagai penyeimbang. Lepas dari tanjakan berat, kami masih menuju kaki gletser atau pegunungan es Sumantri. Malamnya kami menginap 100m sebelum gletser. Badai salju sempat menghajar tenda hingga nyaris roboh tertimbun salju.
Pagi harinya, lebih satu jam kami berjalan ditengah kabut dan hujan salju. Begitu sampai di kaki gletser, kabut kian menebal dan badai salju semakin lebat. Tenda terpaksa dipasang untuk istirahat. Dua hari berikutnya cuaca tidak banyak berubah. Setiap hari kami hanya mampu berjalan 3-4 jam. Dua orang diantara kami sempat jatuh tergelincir di tebing yang curam.
Pada hari yang keempat, tim salju sampai di Pegunungan Sumantri-Jaya. Tenda didirikan pada ceruk dibawah tebing batu. Hari kelima kembali kami menyusuri Pegunungan Sumantri-Jaya menuju Saddle, dan sejam kemudian kami menjejakkan kami di puncak Sumantri. Tapi beberapa saat kemudian kami turun kembali untuk menginap di Saddle.
Esoknya kami langsung menuju puncak Jaya. Jalannya relatif lebih landai dibandingkan jalur menuju Puncak Sumantri. Puncak Jaya yang berupa padang es dan relatif datar, dapat dicapai dalam waktu 1jam. Dari puncak ini tampak Danau Larson, tebing Carstensz Pyramid, puncak Carstensz Timur, dan juga bukit tambang Freeport.
Kemudian kami turun lagi ke saddle dan langsung berbenah untuk turun ke gletser Meren melalui rute normal. Terik matahari melunakan es. Kami jadi kerepotan, sesekali kaki terperosok hingga sebatas lutut. Pukul 17.00 kami sampai dibatuan persis di samping lidah es Gletser Meren, dan bermalam disana. Sebelum melanjutkan ke Carstensz, tim salju memutuskan turun ke Lembah Danau-Danau.
Setelah beristirahat beberapa hari Tim Salju berangkat kembali menuju Carstensz Pyramid lewat rute normal, yang tak gampang. Badai salju dan terpaan hujan es setia mengiringi langkah kami. Situasi kami semakin sulit ketika kami harus memanjat tebing sepanjang �30m dengan grade 5,8. walhasil kami putuskan untuk kembali ke kemah induk meski puncak tidak seberapa jauh lagi.
Setelah bersusah payah, tim panjat sampai juga di Lembah Kuning, yang merupakan Kemah Induk. Dari sini tampak dinding raksasa menjulang �600m, seakan meyentuh langit. Carstens Pyramid berkesan seram, bahkan lebih seram dari dari yang nampak di foto ekspedisi. Salju dan kabut menyelimuti hamparan batu yang luas. Angin lembab pun bertiup angin. Kristal-kristal es turun semalaman. Sisa-sisa hujan es semalam masih ada. Agak siang kami meninggalkan lembah kuning menuju teras kecil, yang menjadi titik awal pemanjatan. Pukul 09.00 salah seorang dari tim panjat mulai membuka jalur pemanjatan.
Baru sekitar �15m, tiba-tiba terdengar "Rock ...!" Batu sebesar kepala bayi jatuh berdesing, disusul batu-batu yang lain. Permukaan tebing nyaris rata, karna minimnya cacat batuan. Akibatnya hampir tak ada tempat untuk memansang pengaman, maupun untuk pijakan dan pegangan. Tapi dengan susah payah pukul 14.00, tim panjat sampai di pitch ( satu tahap pemanjatan dengan satu gulung tali sepanjang �50m). Pukul 18.30, tim panjat sampai diteras besar dan segera memasang tenda di tepi tebing yang dasarnya sekitar �250 m.
Keesokan harinya persiapan memnajat hari terakhir menuju puncak Carstensz Pyramid dilakukan. Tali temali yang sejak kemarin sore belum sempat tergulung, di luar tenda sudah kaku seperti kawat. Sinar mtahai membantu menormalkan tali 'beku' itu. Sebagian besar perlengkapan ditinggal diteras besar. Hanya sweater dan jaket anti angin (wind breaker) yang melekat di tubuh. Upaya untuk membuka jalur dilakukan lagi, kali ini melalui tebing menggantung menyerupai atap (over hang). Pengaman demi pengaman dipasang pada permukan tebing.
Tiba-tiba "pull ...!" salah seorang menginstruksikan kepada yang lain untuk menarik tali. Empat pengaman lepas dari tempatnya. Sesosok tubuh terhempas ke bawah sekitar �4 m. Kening kiri tergores dan sedikit berdarah, dan kaki agak gemetar, untuk satu pengaman sisip kecil yang masih tersisa mampu menahan tubuhnya. Kalau tidak, dasar tebing 300 m siap menanti tubuh yang masih menggelantung itu. Rasa cemas pun menyelimuti tim panjat.
Suasana kembali agak tenang, dua puluh menit kemudian, mereka mencoba melewati tebing gantung. Dengan memanfaatkan celah yang tadinya luput dari pengamatan, terlewati tebing 'sial' itu. Tapi didepan sudah menunggu tebing berbentuk slab(dengan kemiringan 75 - 80�), panjang dengan karestiristik pegangan tajam dan mudah. Pitch demi pitch berhasil dilampaui. Hari bertambah gelap, samar samar tampak sebuah bendera segitiga kecil di ujun tiang. Tak lama kemudian "Puncaaak ...!" teriak seorang dari mereka.
Cuaca sudah kian gelap. Pukul 18.55, kami sudah berdiri diatas puncak yang pernah diidam-idamkan. Disamping kiri ada tampak plakat peringatan meninggalnya Hartonao Basuki yang bersama Norman Edwin(almarhum) dan beberapa rekan lain menaklukan diding selatan pada tahun 1981. tanpa disadari mata kami berkaca-kaca.
Malam itu tim panjat menginap dipuncak Carstensz Pyramid, mengingat cuaca sudah gelap. Esoknya kami turun ke teras besar, dan bertemu dengan tim salju yang gagal mencapai puncak itu, karena faktor cuaca. Kedua tim turun melalui rute normal menuju kemah induk, di Lembah Danau-Danau.
Beberapa hari setelah istirahat di Kemah Induk, tim salju mencoba lagi melangkahkan kaki ke puncak Carstensz Pyramid. Tanggal 28 februari 1993, tim salju berhasil menjejakan kaki di dua puncak tertinggi Carstensz Timur. Tanggal 1 maret, kami berhasil menjejakan kaki di puncak Carstensz Pyramid. Lantas kami menamainya jalur Didiek Samsu, senior kami yang merelakan diri untuk "pergi" di Aconcagua. Di sebelahnya adalah jalur Norman Edwin yang dibuat oleh pendaki lain, beberapa bulan berselang.
Ada rasa sedih ketika kami meninggalkan Lembah Danau-Danau lewat celah pintu angin dan Zebra Wall menuju tambang tembaga Free Port. Suara anging seperti mengiringi perjalanan pulang. Tunai sudah 'utang' yang kami tanggung dari Jakarta. Tapi puncak-puncak salju abadi lain di Vinson Massif, Everest, dan berbagai belahan dunia lain siap menanti giliran. Entah kapan dan entah siapa. (Igp. Agus P/Dicky Lopulalan)

6 comments:

reren said...

wah seru juga ya,kapan ya gw bisa kesana?tapi kayanya gw ga sanggup dech naek kasana. salut dech gw sama lo.

coco_aja said...

selamat yachh!!!!

kalian termasuk orang-orang yg beruntung!!!!

mungkin gk y suatu saat aq bisa kayak kalian???

pleaase doain aq!!!

thank jg da maw berbagi pengalaman ma kami!!!!

Anonymous said...

wah g harus byk2 belajar dari tim u pada neg.g br buka biro jasa untuk pendakian jayawijaya neh.mohon di bantu yah.

Unknown said...

Wah kereeennnnn bgt, bos biaya ke sana kira2 brapa ya? n untuk sekarang2 ini aman ga ya coz kan mash banyak pemberontak OPM yang bersemayam di kaki2 gunung jayawijaya............................

Anonymous said...

Gunung jayawijaya tu letakx d daerah manax papua? Klo di Jayawijaya, medan pendakianx... sulit ga? Ato ngeri bgt? Ato biasa? Ato mulus?
Emangx bener ada salju?
Thanks...

Iek said...

Keren banget...
Masih ada yang simpan perkiraan biaya yang dikeluarin waktu pendakian itu ndak..??